Kamis, 10 Februari 2011

Angka kemiskinan tahun ini ditargetkan turun menjadi 12,5%

JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) memprediksi angka kemiskinan tahun ini mampu ditekan menjadi 11,5% hingga 12,5%. Turun sekitar 1% dari tahun sebelumnya yang mencapai 13,3%.

Direktur Statsitik Harga BPS, Sasmito Wibowo mengatakan, untuk mencapai target tersebut pemerintah harus melewati beberapa hambatan. Diantaranya, upah buruh tani atau bangunan yang rendah. Upah nominal buruh tani saat ini rata-rata Rp 27ribu per hari.

Hambatan lain, yaitu kurangnya pendidikan bagi orang yang kurang mampu. “Sekitar 81% penduduk miskin hanya mampu menamatkan pendidikan sampai Sekolah Dasar,” tandasnya.
Sasmito bilang, perlu kebijakan percepatan pertumbuhan ekonomi rakyat miskin melalui penyediaan sarana atau prasarana kehidupan di lokasi kemiskinan yang terpencil, hubungan antar pulau yang masih terputus-putus, dan perbaikan implementasi progaram yang sedang berjalan.

Terhambat Korupsi
Selama ini pertumbuhan ekonomi terhambat KKN dan transisi demokrasi, kesenjangan pembangunan antar daerah dan antara sektor. "Ketimpangan pendapatan cenderung meningkat, dan pertumbuhan ekonomi yang kurang terkait dengan pengentasan kemiskinan,”paparnya.

Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengaku, jumlah penduduk miskin di Indonesia masih banyak yaitu mencapai 13,3% atau 31 juta orang dari total seluruh penduduk Indonesia 240 juta orang. “31 juta itu banyak, perlu kita benahi, tapi tidak bisa selesai dalam waktu 1- 2 tahun,” ujarnya.
Lanjut Hatta, warga miskin sangat sensitif tarhadap harga pangan, dan harga BBM , oleh sebab itu pemerintah mati-matian untuk stabilisasi pangan.

Dia juga menyebut angka kemiskinan di Indonesia setiap tahun terus menurun. Di 2008, angka kemiskinan tercatat mencapai 15,4% dari jumlah penduduk Indonesia, dan terus menurun menjadi 14,2% pada 2009 dan terakhir 13,3% pada tahun lalu.

Pemerintah menganggap masalah pengentasan kemiskinan tidak cukup diselesaikan dengan perdebatan. Pembukaan lapangan kerja dianggap sebagai solusi untuk menciptakan penurunan angka kemiskinan di Indonesia. “Hal penting lain yang harus dipecahkan pemerintah adalah mengurangi jurang kemiskinan antara masyarakat kaya dan miskin,” imbuh Hatta.

sumber: http://nasional.kontan.co.id/v2/read/nasional/57767/Angka-kemiskinan-tahun-ini-ditargetkan-turun-menjadi-125

Prospek Perekonomian Indonesia 2011

            Menapaki kuartal terakhir 2010, ada hawa optimis yang berhembus dalam ruang perekonomian kita. Harian The New York Times, edisi 5 Agustus 2010 menyebut: Indonesia adalah sebuah model ekonomi, setelah melewati krisis lebih dari sepuluh tahun. Sementara Financial Times (12/08/2010) mengatakan, perekonomian Indonesia merupakan macan yang tengah terbangun. Negeri ini merupakan salah satu target investasi yang menjanjikan. Tidakkah kita optimis menghadapi tahun 2011? Tentu saja kita layak optimis. Namun, tetap harus waspada, karena ada beberapa “tantangan struktural” yang juga serius. Kegagalan kita mengelola persoalan-persoalan mendasar, justru akan menjebak kita. Kita hanya akan menjadi bangsa yang labil, karena hanya menjadi target investasi portofolio jangka pendek.
Jika kita tengok kondisi sektor finansial kita, yang meliputi pasar modal, uang, utang dan perbankan, nampaknya tak ada yang mengkuatirkan. Secara umum, peringkat investasi Indonesia terus meningkat, seiring dengan semakin turunnya credit default swap (CDS) sebagai cermin dari risiko investasi. Bahkan, Japan Credit Rating Agency Ltd., (JCRA) telah menaikkan peringkat Indonesia ke level “investment grade”  atau BBB- pada bulan Juli lalu. Tidak menutup kemungkinan, lembaga pemeringkat lainnya juga akan menaikkan rating Indonesia di tahun 2011.
Sementara ini, Moody’s masih menempatkan Indonesia dalam 2 tingkat di bawah level investasi (Ba2) dalam evaluasinya Juni lalu. Demikian pula S&P yang pada bulan Maret mengevaluasi peringkat Indonesia dan menetapkan posisi BB+/stable. Dan, Fitch Rating juga menempatkan Indonesia pada satu tingkat di bawah investment grade, yaitu BB+. Selain bersikap optimis, nampaknya kita juga perlu bertanya: faktor-faktor apa sajakah yang akan menghambat kita masuk ke level investasi?
Masih melanjutkan cerita sukses, prospek perbankan kita juga tak kalah kinclong. Di tengah ambruknya sistem perbankan global, perbankan Indonesia justru membukukan tingkat keuntungan yang tinggi, selain menunjukkan tingkat kehati-hatian. Tingkat Net-Interest Margin (NIM) perbankan Indonesia yang mencapai angka sekitar 5,7 persen, merupakan angka paling tinggi dibandingkan dengan negara-negara sekitar. Bandingkan dengan Singapura yang NIM nya hanya sekitar 2 persen, Malaysia 2,3 persen, Thailand 3,3 persen. Jadi, tak salah jika para bankir asing sangat berminat masuk ke Indonesia, di samping karena potensi pasarnya yang masih sangat luas.
Ternyata, tingkat profitabilitas yang tinggi juga ditopang oleh tingkat kesehatan bank yang tinggi pula. Jika Basel Accord III diterapkan, dipastikan sektor perbankan di Indonesia tidak akan mengalami masalah. Menurut data Bank Indonesia yang dikeluarkan pada bulan Agustus 2010, dari 113 bank yang ada di Indonesia hanya 8 bank yang tingkat kecukupan modalnya (capital adequacy ratio) di bawah 8 persen. Sehingga, untuk mengikuti aturan Basel tentang modal utama atau Tier 1 Capital sebesar 4,5 persen yang harus tercapai pada 2013) dan 6 persen pada 2019, tidak akan menjadi persoalan.  

Persoalan Struktural
            Secara umum, prospek perekonomian Indonesia tahun 2011 sangat menjanjikan. Dan dengan demikian, potensi untuk memperolah gelar investment grade bukanlah hal yang mustahil. Tetapi, tetap saja ada persoalan-persoalan yang harus segera diatasi. Dan jika tidak, lagi-lagi kita berpotensi akan kehilangan kesempatan untuk kesekian kalinya, di berbagai bidang.
            Pada prinsipnya, ada dua bidang besar yang masih menjadi kendala perekonomian kita untuk masuk dalam kritria perekonomian yang kuat. Tantangan pertama terkait dengan masih relatif kecilnya proporsi sektor keuangan kita terhadap skala perekonomian kita yang sangat besar. Dengan demikian, isu financial deepening masih sangat relevan untuk direspon. Kalau perbankan kita stabil dan menguntungkan, so what? Perekonomian maju salah satunya ditandai dengan penetrasi sektor keuangan yang cukup dalam terhadap dinamika perekonomian.
Dalam laporan Bank Dunia, Financial Access 2010, terlihat bahwa jumlah penabung per 1.000 orang di Indonesia masih sangat kecil, yaitu di bawah 1.000. Sementara, Thailand sudah mencapai sekitar 1.500. Bahkan Malaysia sudah lebih dari 3.000. Kecenderungan yang sama juga terjadi dalam hal jumlah pinjaman per 1.000 penduduk. Kita sejajar dengan Kamboja dan Mongolia, dan tertinggal jauh dari Malaysia. Bahkan kita jauh di bawah angka rata-rata untuk negara sedang berkembang.
Data lain yang juga menunjukkan “dangkalnya” sektor finansial di Indonesia adalah rasio jumlah uang beredar (broad money/M2) terhadap PDB yang juga masih kecil, dan bahkan ada  kecenderungan semakin mengecil hingga tahun 2007 lalu. Tentu saja, hal ini perlu mendapatkan perhatian serius dari otoritas moneter dan pemerintah. Terkait dengan rencana pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pertanyaan yang layak diajukan, siapa nanti yang akan bertanggungjawab mendorong financial deepening?
Persoalan struktural kedua terkait dengan tingkat daya saing sektor riil kita yang masih relatif buruk. Meski World Economic Forum (WEF) dalam “World Competitiveness Report” telah menaikkan indeks daya saing kita dari 54 menuju 44 untuk periode 2010-2011 ini, tetapi tidak serta-merta terjadi perubahan mendasar. Dari laporan tersebut, terlihat bahwa membaiknya tingkat daya saing kita lebih didorong oleh perbaikan faktor-faktor makro ekonomi, seperti tingkat inflasi yang terjaga, pertumbuhan yang relatif tinggi di tengah krisis global, suku bunga yang reletif rendah dsb.
Namun, kalau kita tengok sisi fundamental dari daya saing, seperti ketersediaan infrastruktur, dukungan birokrasi serta kualitas kesehatan dan pendidikan masyarakat, kita masih terbilang buruk. Dengan demikian, masih ada banyak pekerjaan yang diselesaikan untuk benar-benar meningkatkan daya saing kita. Bisa jadi, kalau kita hanya bertumpu pada stabilitas makro, tahun depan kembali melorot, kalau terjadi goncangan pada sisi makro ekonomi.
Tanpa perbaikan infrastruktur, ketersediaan sumber daya energi serta dukungan birokrasi, sektor riil pada dasarnya tidak akan bergerak cepat. Dan jika itu terjadi, stabilitas sektor finansial tidak akan berarti banyak dalam peningkatan kapasitas ekonomi. Konkritnya, tidak akan ada pergerakan sektor produksi yang meningkatkan daya beli masyarakat, dan akhirnya kemampuan membayar pajak. Jika siklus ini gagal dicapai, maka investment grade tidak akan ada artinya.

Manfaat Investment Grade
            Jika pemerintah gagal mendinamisir sektor produksi, melalui peningkatan kapasitas investasi riil, dikuatirkan potensi investment grade yang sudah di depan mata juga tidak bisa diraih. Lembaga pemeringkat tentu tidak bisa dikelabui dengan menutup fakta-fakta riil di lapangan. Kalaupun sekarang modal asing masuk deras, itu bukan semata-mata karena alasan fundamental ekonomi domestik, tetapi juga faktor eksternal.
            Dan jika perbaikan struktural gagal dicapai oleh Indonesia, sebenarnya perekonomian kita hanya layak untuk menanam modal portofolio saja, yang bisa angkat kali sewaktu-waktu ada dorongan, baik dari sisi domestik maupun global. Tahun 2011 adalah penentuan, apakah potensi ekonomi Indonesia akan benar-benar terealisasi, atau sekedar ilusi. Dan untuk tidak membuat ilusi, maka pekerjaan konkrit sudah menunggu: membangun infrastruktur, mereformasi birokrasi, merancang kebijakan energi, pengembangan industri dsb.

Tugas 1

PEREKONOMIAN INDONESIA

SISTEM  PEREKONOMIAN INDONESIA
Dalam pidato yang diucapkan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia dalam konverensi Ekonomi di Yogyakarta pada tanggal 3 Februari 1946 dikatakan bahwa dasar politik perekonomian Indonesia terpancang dalam Undang-Undang Dasar 1945 dalam bab “kesejahteraan social” pasal 33 yang berbunyi :
1.    Perekonomian disusun sebgai usaha bersama atas asas kekeluargaan
2.    Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
3.    Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Dalam pidato itu Mohammad Hatta dalam kedudukannya sebagai Wakli Presiden menegaskan bahwa dasar perekonomian yang sesuai dengan cita-cita tolong menolong ialah kooprasi. Seluruh perekonomian rakyat harus berdasarkan koprasi. Katanya lebih lanjut, tetapi tidak segala usaha harus dilakukan secara kooperasi. Dikatakan selanjutnya bahwa usaha-usaha yang dapat dikerjakan oleh orang seorang dengan tidak menguasai hidup orang banyak bolehlah terus dikerjakan oleh orang seorang itu. Bahkan sudah dikatakan oleh Hatta waktu itu, “Paksaan berkooperasi kepada perusahaan-perusahaan kecil yang terbesar letaknya tidak pada tempatnya, malahan melanggar dasar kooperasi. (Mohammad Hatta dalam Sri-Edi Swasono, 1985:4-5).
Sementara itu Sumitro Djojohadikusumo dalam pidatonya dihadapan “School of Advanced International Studies” Washington, D.C. tanggal 22 Februari 1949 juga menegaskan bahwa yang dicita-citakan ialah suatu macam ekonomi campuran: lapangan-lapangan tertentu akan dinasionalisasi dan dijalankan oleh pemerintah , sedangkan yang lain-lain akan terus tunduk kepada politik pemerintah yang mengenai syarat kerja, upah gaji dan politik pegawai.
Meskipun sistem perekonomian Indonesia itu sudah cukup jelas dirumuskan oleh tokoh-tokoh ekonomi Indonesia yang sekaligus juga menjadi tokoh-tokoh pemerintahan pada awal Republik Indonesia bediri, dalam perkembangannya pembicaraan tentang sistem perekonomian campuran, tetapi mengarah pada suatu bentuk baru yang disebut Sistem Ekonomi Pancasila. Diskusi tentang Sistem Ekonomi Pancasila itu masih terus berlangsung dan menjadi tugas bangsa Indonesia untuk ikut memikirkannya.
Diskusi itu kemudian dipertegas oleh rumusan yang dicantumkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara yang merupakan pedoman bagi kebijikkan pembangunan di bidang ekonomi Indonesia. Rumusan itu berbunyi: “Pembangunan ekonomi yang didasarkan kepada Demokrasi Ekonomi menentukan bahwa masyarakat harus memegang peran aktif dalam kegiatan pembangunan. Oleh karenanya pemerintah berkewajiban memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap pertumbuhan ekonomi serta menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan dunia usaha, sebaliknya dunia usaha perlu memberikan tanggapan terhadap pengarahan dan bimbingan serta penciptaan iklim tersebut dengan kegiatan-kegiatan yang nyata.
A.   Demokrasi ekonomi yang menjadi dasar pelaksanaan pembangunan memiliki cir-ciri positif sebagai berikut:
1.    Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
2.    Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
3.    Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4.    Sumber-sumber kekayaan dan keuangan negara digunakan dengan permufakatan Lembaga-lembaga Perwakilan Rakyat, serta pengawasan terhadap kebijaksanaannya ada pada Lembaga-lembaga Perwakilan Rakyat pula.
5.    Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak.
6.    Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
7.    Potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap warga negaradiperkembangan sepenuhnya dalam batasan-batasan yang tidak merugikan kepentingan umum.
8.    Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.

B.   Dalam demokrasi Ekonomi harus dihindarkan cir-cir negative sebagai berikut:
1.    Sistem free fight liberalismyang menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain yany dalam sejahrahnya di Indonesia telah menimbulkan dan mempertahankan kelemahan structural posisi Indonesia dalam ekonomi dunia
2.    Sistem etatisme dalam mana negara beserta aparatur ekonomi negara bersifat dominan serta mendesak dan mematikan potensi dan daya kreasi unit-unit ekonomi di luar sektor negara.
3.    Pemustukan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.(nBba III. B. butir 14 GBHN tahun 1988).
Implementasi dan bentuk perekonomian Indonesia dengan demikian akan diusakan mengarah  kepada pedemon-pedoman tersebut.

Sistem Ekonomi Indonesia sebagai Sintesa Kapitalisme dan Sosialisme
Sistem ekonomi Indonesia adalah sintesa antara kapitalisme dan sosialisme. Apakan dengan begitu penulis ingin mengabaikan aspek-aspek lain pembentuk sistem ekonomi Indonesia, misalnya budaya Indonesia. Apakah penulis ingin menyingkirkan hal-hal itu begitu saja. Tentu saja bukan demikian. Yang ingin penulis sampaikan dalam tulisan ini adalah ada bagian penting kapitalisme dan sosialisme yang menjadi konstruksi utama dalam pembentukan sistem ekonomi Indonesia. Dengan mangadopsi yang baik dari dua mainstrem itu, sistem ekonomi Indonesia terbentuk. Tentunya dalam pembentukannya ada bongkar-pasang untuk mendapatkan kesesuaian. Individualisme vs kolektivisme. Dengan memadukan dua unsur ini maka yang ada dalam sistem Indonesia adalah bukan individualisme dan bukan pula kolektivisme. Dalam perekonomian Indonesia ada individualisme, namun karena telah di batasi kolektivisme maka individualisme ini tidak segarang aslinya. Sentralisai dan swastanisai. Peran negara dalam sistem perekonomian Indonesia memang sentral, namun hal itu tidak menjadikannya seperti sentralisme yang ada di negara-negara sosialisme, lagi-lagi hal ini karena hasil sintesa antara individulisme dan kolektivisme.
Satu hal lagi yang mengenai sistem ekonomi Indonesia (Pak Hatta menyebutnya sebagai sistem ekonomi terpimpin, Pak Karno menyebutnya sistem ekonomi sosialisme demokrasi, dan saya sendiri lebih suka menyebutnya sebagi sistem ekonomi Pancasila) yang oleh Pak Hatta dianggap sebagai lawan dari kapitalisme, saya tidak sependapat mengenai hal ini. Saya melihat kontradiksi antara kapitalisme dan sistem ekonomi Indonesia tidak cukup kuat untuk dijadikan alasan itu. Seperti yang telah dibahas di atas bahwa sistem perekonomian Indonesia terbentuk karena hasil sintesa antara kapitalisme dan sosialisme, jadi agak berlebihan bila sistem ekonomi Indonesia disandingkan dengan sosialisme yang kontra kapitalisme.

Sumber :
- Drs. P.C. Suroso, M.Sc
- http://www.animers.net78.net/sistem-perekonomian-indonesia/